JAKARTA, CAKRAWALANEWS.COM - Faisal Basri, pengamat ekonomi menilai bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin hanya sebagai 'kerbau kecil' dalam serentetan kasus yang membelitnya.
Kebetulan, sebagai 'kerbau kecil', Nazaruddin tidak selamat di tengah kerumunan 'kerbau besar' yang sedang diincar harimau. "Saat ini 'kerbau besar' sedang berusaha agar 'kerbau kecil' yang menjadi korban sendiri.
Kerbau besarnya ini yang sedang mencoba untuk mematikan yang kecil ini. Sekarang mematikannya dengan cara disuruh diam. Karena hampir semua partai terlibat di dalam pengerukan uang APBN," kata Faisal di gedung KPK Jakarta. Dilanjutkan, saat ini yang harus dilakukan KPK adalah menangkap 'kerbau-kerbau besar'.
Ini tugas KPK yang harus membidik kerbau besar. Jika hanya kerbau kecil ya percuma saja, karena kasus ini pasti ada rentetan alirannya. Ditanya apakah 'kerbau' yang dimaksud dari kandang yang sama? "Iyalah. Sudah pasti sekandang. Karena itu, KPK sebagai harimau tidak hanya memangsa 'kerbau kecil, tapi juga 'kerbau-kerbau besar'," jawab mantan Sekjen PAN.
"Jangan berhenti pada Nazar. Nazar sudah ngomong apa, kemudian di anggaran dia sedang ngomong apa, kita lihat proyek-proyeknya seperti apa. Tapi yang paling banyak melakukan potensi praktek seperti ini kan partai berkuasa," jelasnya.
Menurut Faisal, KPK tidak bisa tinggal diam. Mereka harus melihat keterlibatan pihal lain di luar Nazaruddin. Apa yang sudah dikatakan Nazaruddin bisa menjadi titik awal untuk mengusut lainnya.
Kritik Faisal Basri itu terkait bungkamnya Nazaruddin usai pemeriksaan KPK kemarin. Nazar mengaku lupa semua. Dia tidak akan menyebut nama-nama lain dalam kasus ini. Tapi Nazar meminta syarat agar Presiden SBY melindungi anak dan istrinya.
Di tempat yang sama, Praktisi hukum Todung Mulya Lubis menilai Muhammad Nazaruddin bungkam lantaran takut istri dan anaknya terancam. Namun sangat tidak logis jika kemudian Nazaruddin mendadak lupa ketika menjalani pemeriksaan KPK kemarin.
"Buat saya ini adalah pengaburan. Satu tindakan untuk menghalang-halangi penyidikan, tindakan untuk menghalangi tegaknya keadilan, dan ini tidak bisa dibenarkan," katanya.
Todung tak menampik, saat ini KPK perlu dukungan moral agar tak mundur menelusuri lebih jauh kasus Nazaruddin, yang kemungkinan besar menyeret banyak pihak. Apalagi, KPK miliki data total proyek yang ditangani Nazaruddin senilai Rp 6 triliun.
Todung sangat setuju jika Nazaruddin harus mendapat perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, sehingga lapang dada menyebut semua pihak yang terkait. Apalagi, yang dituduhkan Nazaruddin bukan saja aib partainya, tapi juga internal KPK.
"KPK mesti terus memeriksa, memanggil semua nama-nama yang disebut Nazaruddin tanpa diskriminatif, tanpa pandang bulu. Nazaruddin juga punya kewajiban. Sebagai yang tahu adanya tindak pidana itu punya kewajiban memberitahu adanya tindak pidana," tegasnya.
Sementara itu, psikiater terkemuka Profesor Dadang Hawari menyatakan Nazaruddin tidak mungkin mendadak terserang penyakit lupa. Tanpa ada kejadian spesial. "Tidak mungkin, itu akal-akalan dia saja," tegasnya.
Apalagi Dadang tidak melihat adanya tanda-tanda tersangka kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet SEA Games itu terganggu jiwanya. "Dalam masalah hukum itu bisa macam-macam akibatnya: tertekan, depresi," tuturnya. Tapi tekanan atau depresi, kata dia, "Tidak buat orang jadi lupa, hanya tidak ad semangat dan jawab pertanyaan ogah-ogahan saja."
Penyakit lupa sendiri, lanjut Dadang, hanya dialami oleh orang-orang yang mengidap Alzheimer Syndrome. Namun penyakit itu hanya menyerang orang berusia lanjut. "Jadi Nazar tidak mungkin," katanya.
Sumber